Inspirational journeys

Follow the stories of academics and their research expeditions

Krisis Peran Guru dan Orang Tua di Era Media Sosial: Ketika Nilai-Nilai Moral Terkikis di Tengah Kebebasan Tanpa Batas

Adhan Chaniago

Sat, 07 Sep 2024

Krisis Peran Guru dan Orang Tua di Era Media Sosial: Ketika Nilai-Nilai Moral Terkikis di Tengah Kebebasan Tanpa Batas

Di era digital yang serba canggih ini, media sosial seperti TikTok, Facebook, dan Instagram telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang sulit dipisahkan. Namun, penggunaan media sosial yang berlebihan oleh guru dan orang tua tanpa pengawasan yang tepat membawa dampak yang mengkhawatirkan terhadap moralitas dan perkembangan karakter generasi muda. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah kita sedang melupakan tanggung jawab kita sebagai pendidik dan pembimbing anak-anak? Apakah kebebasan yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka justru menjadi bumerang bagi pendidikan moral anak bangsa?

Guru yang dahulu dikenal sebagai pendidik dan teladan bagi siswa, kini banyak yang sibuk membuat konten di media sosial. Meskipun teknologi bisa menjadi alat yang bermanfaat dalam proses pembelajaran, fokus yang berlebihan pada "ngonten" sering kali menggeser prioritas guru dari tugas utamanya, yaitu mendidik dengan sepenuh hati. Ketika guru lebih banyak menghabiskan waktu di depan kamera untuk mencari popularitas di dunia maya, siswa kehilangan figur teladan yang seharusnya membimbing mereka menuju akhlak yang baik.

Akibat dari hilangnya fokus ini, kita mulai melihat fenomena yang mengkhawatirkan di kalangan siswa, seperti kehamilan di luar nikah, penggunaan bahasa yang tidak beradab, dan perilaku yang jauh dari nilai-nilai moral. Joged dan goyang berpasangan-pasangan dengan model suami istri yang tidak pantas semakin marak dilakukan oleh siswa di ruang publik, menunjukkan bahwa nilai-nilai moral yang seharusnya dijaga mulai terkikis. Ini bukan hanya masalah perilaku, tetapi juga krisis identitas yang dihadapi oleh generasi muda.

Di sisi lain, orang tua yang seharusnya menjadi pendidik utama di rumah, kini lebih sibuk mengejar keuntungan finansial melalui platform seperti Facebook Pro. Ketika orang tua lebih fokus pada urusan dunia maya, mereka sering kali mengabaikan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak dibiarkan bebas mengeksplorasi dunia digital tanpa bimbingan yang memadai, dan ini membuka jalan bagi mereka untuk terpapar konten-konten negatif yang merusak moral dan akhlak.

Dalam Islam, orang tua dan guru memiliki peran penting sebagai pembentuk karakter dan akhlak anak-anak. Al-Qur'an mengingatkan kita, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim: 6). Ayat ini menegaskan tanggung jawab kita untuk menjaga diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat menjerumuskan ke dalam keburukan, termasuk menjaga anak-anak dari pengaruh negatif yang datang dari media sosial.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah Kurikulum Merdeka yang diterapkan di sekolah-sekolah telah membuat semua pihak merasa merdeka, tetapi tanpa tanggung jawab yang memadai? Kebebasan yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka mungkin bermaksud baik, untuk memberikan ruang bagi kreativitas dan inovasi, namun jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai moral yang kuat, kebebasan ini dapat menjadi senjata yang merusak.

Merdeka bukan berarti bebas tanpa batas. Dalam Islam, kebebasan harus selalu diiringi dengan tanggung jawab dan akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman” (HR. Muslim). Ini adalah panggilan bagi kita semua—guru, orang tua, dan masyarakat—untuk tidak tinggal diam ketika melihat kemerosotan moral di sekitar kita.

Solusi untuk masalah ini adalah dengan kembali menempatkan pendidikan moral dan agama sebagai prioritas utama dalam mendidik anak-anak kita. Guru harus kembali fokus pada peran mereka sebagai pendidik yang menginspirasi, sementara orang tua harus lebih peduli dan aktif dalam mengawasi serta membimbing anak-anak mereka, baik di dunia nyata maupun di dunia digital. Media sosial dapat digunakan sebagai alat yang bermanfaat jika diiringi dengan kesadaran dan tanggung jawab yang tepat.

Kita harus bekerja sama untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas dan berprestasi, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan kuat dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan demikian, kebebasan yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka tidak akan menjadi alasan untuk merdeka dari nilai-nilai moral, tetapi justru menjadi sarana untuk mengembangkan karakter yang kokoh dan berlandaskan nilai-nilai keislaman yang sejati.

Tulisan oleh Adhan Chaniago (Praktisi dan Pemerhati Pendidikan Indonesia)

0 Comments

Leave a comment